|
Foto : A.Yazid |
Menurut sejarah, Syeh
Maulana Maghribi adalah seorang saudagar
Arab yang juga giat menyebarkan agama Islam ditempat-tempat yang disinggahi. Beliau wafat
dan dimakamkan di desa Mancingan. Makam syeh Maulana Maghribi sudah lama dikenal dan diketahui orang banyak.
Makam syeh Maulana Maghribi berada dibukit
Sentana yang terletak di pesisir selatan
tepatnya di desa Parang Tritis yang
sekarang dijadikan tempat obyek pariwisata.
Awal kisah ceritanya bahwa dahulu
sebelum datang syeh Maulana Maghribi datanglah seorang putra dari kerajaan
Majapahit Jawa Timur bernama Begawan Selopawening, salah satu putra dari raja Prabu Brawijaya yang
sebenarnya bukan nama asli, hanya nama samaran dengan tujuan tidak diketahui
oleh orang banyak, dalam pengembaraanya ini beserta anak buahnya yaitu di desa
Pemancingan atau (kata orang desa sekitar desa Mancingan). Dari sinilah Begawan
Selopawening menyiarkan ajaranya yaitu ajaran agama Budha. Agar ajarannya cepat tersiar dengan baik
Begawan Selopawening mendirikan padepokan yaitu padepokan mancingan.
Mengapa Begawan Selopawening
datang dan menyiarkan ajaranya di desa Mancingan? Kedatangan Selopawening ini
karena di Kerajaan Majapahit Jawa Timur sudah dianggap tidak aman dan nyaman
untuk meneruskan ajaran agama Budha, karena saat itu mulai meluasnya ajaran Islam di daerah kerajaan
Majapahit. Hingga kemudian Selopawening meninggalkan
dan mengembara dengan anak buahnya ke sebuah desa Mancingan yang dianggapnya aman. Sebuah desa yang
telaknya di Parang Tritis Yogyakarta.
Penasaran juga mengapa dinamakan
desa Pemancingan atau Mancingan? Ternyata di desa ini dahulunya dijadikan
tempat beradu kesaktian memancing ikan antara Begawan selopawening dengan syeh
Maulana Maghribi.
Konon katanya desa ini sangat
“angker” ada yang mengatakan “Jalma mara
jalma mati” yang artinya barang siapa yang datang di desa ini tidak akan bisa
keluar atau mati di desa Mancingan. Wah karamat banget… oleh karenanya dikatakan tidak sembarang
orang masuk ke desa ini.
Suatu ketika Datanglah Syeh
Maulana Maghribi yang datang dari negeri sebrang yaitu negeri Jazirah Arab
(sesuai kisah cerita yang ada) Beliau adalah seorang penyiar ajaran agama Islam
yang memiliki ilmu yang tinggi. Bahkan beliau termasuk Waliyullah konon
ceritanya. Maksud dan tujuan syeh
Maulana Maghribi ini tak lain adalah menyiarkan ajaran agama Islam.
Dalam menyiarkan ajaran Islam di
desa Mancingan Syeh Maulana Maghribi mengalami hambatan dan pertentangan.
Pertentangan tersebut adalah menghadapi Begawan Selopawening yang telah datang
terlebih dahulu menyiarkan ajaran agama Budha. Dengan keniatan yang baik demi
menyiarkan ajaran Islam syeh Maulana Maghribi menemui Begawan Selopawening
dengan tujuan untuk menyiarkan ajarannya di desa Mancingan, tapi apa yang terjadi
tujuan baik syeh Maulana Maghribi ditolak oleh Begawan Selopawening kecuali
terlebih dahulu menghadapi kesaktiannya.
Kesaktian yang dihadapi syeh
Maulana Maghribi dengan begawan Selopawening ini adalah pertama adu
sembunyi kata orang jawa nyebutnya “delikan” singkat ceritanya syeh Maulana Maghribi
menang. Kedua adu memancing ikan, dalam adu memancing ini terjadi keanehan
sehingga para penonton kagum. Apa keanehan itu ? dalam kisahnya syeh Maulana
Maghribi memberi kesempatan terterlebih dahulu kepada begawan Selopawening untuk
memancing ikan, dengan cepat Selopawening melemparkan kailnya langsung mendapat
ikan besar, kagumlah orang-orang yang menyaksikannya. Kesempatan selanjutnya
Syeh Maulana Maghribi, dalam adu
memancing ini Syeh Maulana Maghribi menggunakan walesan yaitu kail yang terbuat
dari bambu.
Dalam adu memancing ikan ini syeh
Maulana Maghribi mendapat ikan besar dan ikan tersebut sudah matang dan sedap
rasanya, hingga orang-orang yang menyaksikannya kagum dan siapa yang ingin makannya disilahkan untuk
makan. Setelah memenangkan adu tersebut
begawan Selopawening kalah, hingga akhirnya mengakui kehebatan ilmunya Syeh
Maulana Maghribi yang sangat tinggi dan
akhirnya padepokan Mancingan pun diserahkan.
Padepokan yang didirikan begawan
Selopawening yang berada dibukit Sentana, oleh Syeh Maulana Maghribi dijadikan Pondok
Pensantren. Disanalah ilmu-ilmu agama dipelajari dan perkembangan ajaran Islam
mulai berkembang pesat di daerah sekitarnya hingga akhir hayat.
Dikisahkan juga bahwa walesan
yang digunakan untuk memancing ikan ditanam dibelakang pondok pensantren yang
sekarang menjadi kebun bambu, orang desa
Mancingan menyebutnya bambu Sentana atau bambu Mancingan hingga sekarang masih
ada. (yazid)